Kulihat atap yang masih sama dengan kemarin, sedikit cahaya
warna oren yang membiaskan atap itu, Sepertinya sudah sore.
Aku bangun
dari keranjang yang sedikit kumuh itu dan membuka jendela, Sinar mentari yang
terbenan setengah langsung menyentuh tubuhku, rasa silau ini membangunkan
jiwaku yang tadi masih tertidur.
Ini sudah jam berapa?
Kuintip
dari dalam bangunan tua ini, sepertinya memang tidak ada anomalia lagi. Setelah
kupastikan tidak ada lagi, aku keluar dari bangunan itu, lalu aku menuju
Gedung-gedung tua yang ada dihadapanku sekarang.
Tapi…
Jika aku sampai kesana, apakah aku
akan menuju sangkar berikutnya? Memang sih aku tau letak sangkar
berikutnya…Jika saja makanan ini cukup untuk membuatku kesana…entahlah…kalau
saja aku sudah sampai sana mungkin aku…
Harus kupikirkan dulu…
Aku
berjalan seperti digurun yang tidak ada habisnya, untung saja sejak kemarin aku
baru meminum setengah botol. Rasanya haus sekali, walaupun tidak ada anomalia
dari pandanganku, aku tetap waspada dengan suatu hal.
Aku
hari ini harus menginap digedung tua itu, semoga tidak ada anomalia disana.
Mimpi buruknya adalah aku tidur bareng dengan anomalia jelak itu…ahahaha…
Kulihat
mentari sudah tenggelam malu-malu dari balik padang pasir yang tak ada habisnya
ini. Untung saja bangunan besar itu sudah didepan mataku. Mungkin disini juga
aku harus berhati-hati. Jika melihat bangunan tua ini rasanya aku melihat kilas
balik yang melintas dipikiranku, kota-kota ini begitu ramai dulunya. Memang
siih kota ini dulunya ibukota yang biasa disebut ibukota ILLUSTIMA.
Kilas
balik itu membuatku berpikir untuk tinggal dirumahku dulu. Walaupun begitu,
hari ini sudah sore, aku tidak bisa melanjutkan perjalananku lagi. Mungkin
besok sore. Entahlah sampai kapan aku hidup dengan makanan sedikit ini.
Jalanan
setapak yang masih menonjol membuatku semakin yakin bahwa inilah jalan
kerumahku, entahlah…dahulu juga aku sering bermain lari-larian disini.
Samping-sampingku terdapat rumah yang sudah seperti rumah hantu, Angin yang
berhembus kedalam tubuhku juga membuat suasana semakin mencekam.
Aku harus cepat kerumah…
Dan…semoga saja tidak ada anomalia yang tinggal disana.
Aku menyentuh
tiang listrik yang sudah tidak kokh lagi, didepanku terdapat taman bermain yang
sudah tertutup pasir, bahkan jalan setapakpun sudah tak terlihat. Disana…didepa
mataku sebuha rumah yang warna catnya sudah hitam pekat. Aku berpikir duakali
setelah melakukan satu langka kaki. Sangat seram sekali, apa akau akan tinggal
disana? Dirumahku dulu. Memang sih mempunyai dua tingkat, aku bisa saja tinggal
ditingkat kedua dan itu memang rencanaku.
Kulihat
bayanganku sudah tak terlihat lagi ditanah, aku tersadar bahwa mentari sudah
sepenuhnya tenggelam. Aku melangkahkan kakiku dengan cepat, dan membuka pintu
yang memang sudah terbuka setengahnya.
Aku
melangkah masuk kedalam dengan nafas terengah-engah. Sudah sangat gelap sekali.
Aku harus cepat mengingat dimana letak tangga.
Ahh…
Aku
berjalan cepat kedapur yang berada diujung rumah. Sial…jangan banget
sih…sebenarnya aku sangat takut dengan ini, aku membayangkan hantu ibuku muncul
didepan wajahku ketika aku tertidur atau aku sedang membuka pintu kamar ibuku.
Yahh…dulu aku sering membantahnya.
Dulu aku memang sangat nakal dibandingkan anak-anak normal lainnya, Sejak kelas
5SD aku sudah disekors karena ketahuan merokok ditepi jalan bersama temanku.
Aku berfikir ibuku akan menghantuiku karena aku selalu membanta omongannya.
Semoga saja itu didalam mimpi dan tidak nyata.
Diujung
ruangan dekat dengan mesin cuci tua bahwa aku tersadar tanggaku dekat dengan
kamar mandi. Dan aku berfikir unutk pergi kekamar mandi dahulu karena sejak
tadi aku menahan ingin buang air kecil.
Disini
lebih gelap. Rasanya sangat lama sekali berada ditempat yang mencekam ini,
padahal aku hanya 1 menit tapi dikamar mandi itu terasa 1jam. Beberapa kali aku
melihat keluar kamar mandi dengan ekspresi ketakukan, aku membayangkan hantu
diriku yang h kecil berkeliaran disini sambil menatap tajam diriku yang sedang
buang air kecil.
Tapi
itu tidak mungkin, aku sudah tenang, karena aku sudah dilantai dua, untungnya
saja lantai dua ini hanya satu ruangan yang besar dan tidak ada sudut-sudut
terpencil yang membuatku berfikir aneh, dan terlebih lagi jendela ini sudah
hancur.membuatku bisa melihat pemandangan yang hancur ini.
Tidak
ada penerangan, tidak ada orang, bahkan makananku tinnggal sedikit. Apakah aku
sudah menjadi Survivor?....mungkin
lebih buruk lagi. Satu-satunya peneranganku ada korek api yang kubawa untuk
rokok yang terkadang mulutku terasa asam.
Terkecuali
hari ini, kurasa aku menahan perut laparku dengan sebatang rokok agar mengirit
stok makanan.
Kusimpan
ransel di atas sofa yang panjang yang terkena sinar rembulan putih kebiruan.
Aku mengambil bungkus rokok yang tersimpan diransel dan menarik satu batang
lalu bungkus itu kusimpan lagi. Kunyalakan korek api yang sudah aku ambil dari
tadi di saku celanaku.
Kuhisap
satu batang itu dengan panjang lalu kuhembuskan ke atas melewati jendela yang
sudah hancur. Perhatianku tertuju pada sebuah hutan yang tak berpohon, kulihat
ada sebuah redupan cahaya disana bagaikan bintang yang hampir mati.
Kuisap
lagi batang rokok itu tapi kali ini tidak seoanjang tadi, setelah menyadari
sesuatu tentang remangan itu.
Diriku mulai terdiam sejenak, sambil memikirkan beribu-ribu
kemungkinan yang terjadi disana.
Penerangan itu tidak mungkin meyala
begitu saja, tanpa ada yang menyalakannya. Anomalia tidak bisa membuat
penerangan, Apakah kunag-kunang? Tapi rasanya aneh jika hanya satu. Kemungkinan
besar adalah manusia. Dengan kata lain, ada manusia yang hidup didunia ini
selain aku.
Dengan
sigap aku menarik ranselku dari sofa, dan kubuang rokokku ketanah dari lantai
dua ini, lalu kuturuni tangga dengan cepat, dan keluar rumah yang usang ini.
Kuhentikan lariku dan terlihat remangan itu tidak jauh dari tempatku berada.
Mungkin aku harus cepat keremangan itu sebelum pikiran
negative dikepalaku membuatku menjadi plin-plan.
Jika
dilihat dari tingginya remangan itu, dia berada diatas. Apa mingkin hanya
sebuah rumah pohon? Atau memang rumah yang besar? Aku harus cepat.
Aku
berlari tanpa memikirkan ada atau tidak anomalia disekitarku, yang kusadari
adalah sejak aku memasuki hutan ini sangat kering bahkan tidak satupun pohon
yang tidak berdaun. Tapi berkat itu aku bisa melihat cahaya itu.
Mungkin teman-temanku seperti kano dan yang lainya sedang
mendoakan keselamatanku dialam sana.
Kuhentikan
langkah lariku dengan napas terengah-enga. Aku tidak pernah berpikir unutk
berhenti merokok. Tepat didepanku terdapat rumah tua yang memang tidak begitu
jelas kelihatannya karena terlalu gelap. Dan pencahayaan itu datangnya dari
rumah ini, tepat dilantai dua.
Aku bingung bagaimana caraku masuk atau mmeberi salam, jika
memang benar mereka manusia.
Yang terpenting bagaimana kalau aku tidak boleh bergabung
bersama mereka.
Haruskah kuteriak?
“HEI!!!...KAU…MANUSIA YANG DIDALAM LANTAI DUA!!!...”teriaku.
“JIKA KAU MANUSIA JAWABLAH!!!!...”tidak ada jawaban?
Sepertinya aku harus menerobis masuk…
Sesaat
akau ingin berjalan kepintu depan, terlihat bayangan dari jendela yang terkena
pencahaayan. Dia berbadan besar…badan yang sepertinya aku kenal…
“HEI…BOLEHKAH AKU MASUK?!...”Kataku kepadanya.
Dia membuka jendela dan tampak
terlihat terkejut lalu menengok kearah belakang dan sepertinya dia sedang
berbicara dengan seseorang…berarti dia tidak sendirian?
Lalu
ada teman satunya yang melihatku dari atas, berbadan kurus dan tinggi.
“JIKA INGIN MEMBERI SAPAAN LEBIH BAIK JIKA AKU MASUK
KEDALAM…” kataku kepada mereka.
“APAKAH KAU JULIUS?...JULIUS ALZALIUS?”
Eh…
Kenapa dia tau namaku…
Apakah aku pernah bertemu dengannya…
Tentu saja…akau kenal suara lantangnya…
Keberuntungan yang sengaja dibuat-buat oleh tuhan, rasanya
ini hanya sebuah dongeng.
“YA, JIKA KALIAN TEMANKU, KALIAN HARUSNYA MEMBUKAKAN PINTU
UNTUKKU!”
“BAIKLAH, JIKA KAU INGIN…” tentu saja aku ingin masuk.
“TANGKAPLAH LILIN INI, AKU INGIN MEMBERIKAN SAPAAN SEPERTI BIASANYA.” Lanjutnya
dengan melemparkan sebatang lilin kearahku, walaupun aku tidak berhasil
menagkapnya, dan lilin itu terbelah menjadi dua.
“MAAF…AKU TIDAK AHLI DALAM MENANGKAP BENDA.” Kataku sembari
menunjukan batang lilin yang sudah terbelah menjadi dua.
“AKU AKAN MEMUKULMU DIATAS SINI.” Kali ini suara cewek yang
sangat kukenal keganasannya.
“APA KAU MEMBUTUHKAN KOREK?”
Untuk apa?
“HATI-HATI LANTAI SATU SANGAT GELAP, MAKANYA KUBERIKAN KAU
LILIN UNUTK BERJALAN KELANTAI DUA.” Kata pria yang kurus itu.
“AKU ADA KOREK TENANG SAJA.”
Sepertinya mereka semua temanku, Rasanya sangat mustahil
sekali.
Kunyalakan lilin itu dengan korek
apiku. Didepan pintu masuk aku menggeser sebuah bongkahan besi tua yang sangat
keras sekali dan sangat berkarat. Setelah kubuka aku mengambil lilin yang
kuletakan dibawah tanah, dengan memegang erat digeggamanku. Dengan kegelepan
seperti ini sangat susah untuk mencari tangga.
“HEI, BERITAHU AKU TANGGANYA ADA DISEBELAH MANA?”
“BERBALIK BADANLAH, KAU AKAN MELIHAT REMANGAN CAHAYA DARI
SITU.” Kata seorang pria yang suaranya berbede dengan yang tadi tapi aku masih
mengenalinya.
Ballen.
Aku tidak tau pemabuk sepertimu masih diberikan umur.
Aku
berbalik badan dan kulihat diatasku ada remangan cahaya, dan kufokuskan mataku
pada sebuah tangga yang hanya memiliki satu sisi saja. Kutaiki tangga itu
secara perlahan dan memang berbunyi sangat berisik.
“HATI-HATI TANGGA ITU SUDAH TUA, JIKA KAU TERJATUH JANGAN
SALAHKAN KAMI YA…” kata ballen yang terlihat sangat gembira.
“MAKA KERJAAN KALIAN 2 KALI LIPAT HARUS MENOLONGKU KAN?”
balasku
“ahahaha…”tawa ballen.
Kuhentikan
langkahku karena jalan selanjutnya tertutup oleh rongsokan dan beberapa barang
yang sengaja mereka letakkan. Aku tau maksud mereka itu..
“Jika tidak keberatan, bolehkan barang rongsokan itu
singkirkan. Aku tidak bisa naik lagi.” Kataku sembari mendorong benda itu,
selagi aku mendorong, suara retakan dari tangga ini terdengan olehku, lalu
kuhentikan doronganku.
“Ya, tunggu sebentar.”
Aku
menaiki tangga itu seletah mereka menggeserkan benda besar itu kesamping.
Sesampainya diatas kumatikan lilin yang berada ditanganku dan kulihat disekitar
ruangaan. Disana terdapat 5 manusia yang sudah kukenal, dan lebih terkejutnya
lagi aku bertemu dengan perempuan yang kusukai yaitu Lisna Sachelia.
Oh tuhan…
“aku hidup…” kataku dengan nada penuh ragu dan
masih tidak terpercaya bahwa teman-temanku masih hidup.
Tapi sepertinya lisna yang kuihat terlihat
bingung.
“Kau pria yang gila, kenapa kau berjalan ditengah malam
begini?” kata kano sembari menepuk pundaku dengan kencang.
“Anomalia tidak beraktivitas pada malam hari…lebih tepatnya
sore hari sampai pagi datang.”jawabku yang membuat mereka terkejut. Yah…aku
sudah menduga kalia semua tidak tauitu.
“Huh…kami semua sudah bersedih untukmu tau…”kata calsyta yang
melompat sambil memberikanku pelukan.
Aku yang dari dulu tidak pernah
dipeluk oleh seorangpun merasa sangat canggung dibuatnya. Lalu kuperhatikan Lisna
yang daritadi diam, mungkin memang orang normal yang pertama kali bertemu
dengan orang lain.
“Oh ya, Ini temanku Lisna, Lisna Sachelia…”katanya. “Lisna,
ini temanku yang bernama Julius, Julius Alzalius.” Calysta memperkenalkan kami
berdua, yang memang sebenarnya aku sudah tau dia sejak lama. Mungkin aku
sekarang harus berpura-pura menjadi orang lain dimatanya.
Setelah
aku diperbolehkan masuk kegroup kecil ini, mereka mengajakku ngobrol sebentar
tentang bagaimana aku hidup sendirian didunia yang penuh dengan Anomalia.
Aku
ceritakan semua yang kulihat sampai mendetail, sesekali aku memandang Lisna
karena aku tidak tahan melihat kecantikannya.
Terlalu Berlebihan…
“Mungkin kami semua senang kau masih hidup bersama kami,
tapi disisi lain tentang makanan kami yang sudah sangat tipis. Jika
diperhitungkan ditambah dengan kau Julius, mungkin sisa makanan yang kami bawa
akan habis esok malam.” Kata Angela yang berbicara dengan nada serius. Tapi
bari pertama kalinya aku mendengar dia berbicara dengan nada seperti itu.
Aku
yang mendengar itu langsung mengeluarkan sisa makananku diransel. Dan itu
terdapat beberapa roti, empat mie, dan satu botol air mineral yang masih
terbungkus rapih.
“Hanya roti, mie, satu botol mineral, dan satu bungkus rokok
saja yang tersisa ditasku.” Kataku sembari meletakan makakan itu kebawah.
Sepertinya
Lisna, dan Calysta sudah terlelap tidur, sedangkan Balen…sudahkuduga dia tidur
sambil mendengkur, Setiap kali aku dekat dengan dia pasti aku tidak bisa tidur
karena dengkurannya. Hebat mereka berdua.
“Rencana kami semua adalah jalan menuju Kota Alter.” Ucap
Angela. “Walaupun kami juga tidak tau diperbolehkan masuk atau tidak.”
Lanjutnya sembari meluruskan kaiknya yang tadi duduk sila.
“Hmmm…sepertinya tuhan sedang bermain dengan takdir kita.”
Kataku. “Oh ya. Bagaimana kalia bisa kenal dengan mereka berdua?”
“Oh…saat itu Angela sedang berada dilapanag peluncuran
pesawat, dan satu Anomalia menyerang pesawat itu lalu salah satu bagian pesawat
menghantam sarang atas yang mengakibatkan sangkar itu berlubang, dan satu badan
pesawat lagi menabrak dinding utama.” Ucap kano yang sepertinya dia bercerita
sangat menditail, tapi aku tidak menanyakan bagaimana anomalia itu masuk.
“Saat itu Aku melihat Lisa dan Calysta sedang kesusahan saat
semua orang berbongong-bondong keluar dari lapangan…” kata Angela yang langsung
keintinya . “…lalu aku menghampiri mereka dan menolong Lisna dengan
menggendongnya sampai ditepi dinding.” Lalu Angela berdiri dihadapanku dan
langsuung menghampiri Lisna yang sedang tidur, setelah menguap beberapa kali ia
langsung mengambil posisi tidur yang enak.
“Kau tidak tidur?” tanyaku kepada kano yang berada
dihadapanku sekarang. Dia yang mendengar itu langsung berdiri .
“Bagaimana denganmu?” sepertinya dia juga sudah mengantuk.
Jujur saja hari ini aku sudah banyak tidur, dan mungkin aku tidak bisa tidur
malam ini.
“Kau tidur saja duluan, malam ini aku akan terjaga.” Kataku
yang sembari memasuka makanan kedalam tas, dan kano berbaring didekat balen.
Aku heran kenapa mereka semua pada bisa tidur dekat dengan belen?
Setelah
kurapihkan makananku, aku menghampiri jendela yang tertutup oleh kain yang
sudah kusam dan berlubang, kubuka kain itu supaya cahaya rembulan masuk kedlam
ruangan yang penuh dengan remangan cahaya dari lilin yang sudah setengah habis.
Kupikir aku tidak akan menyalakan rokokku dengan korek.
Kuhampiri
lilin yang terang itu lalu kudekatkan rokokku ke lilin itu dan terbakar. Lalu
aku menuju jendela tadi dan berharap ada angina malam yang menyegarkan melewati
tubuhku.
Sekarang jam berapa?
Kulihat
arah jam tanganku sudah pukul 10 malam, Jika saja aku berada dirumah mungkin aku
sedang bermain game atau menonton Film, dan terkadang aku juga membaca novel.
Oh
ya…saat itu aku sedang dekat dengan Lisna tapi sepertinya dia sangat pendiam,
yah…itu memang wajar bagi seorang gadis seperti dia. Tapi, bagaimana caraku
mendekatinya…Dan juga calysta, dia cewek yang blak-blakan jika saja aku dekat
dengan lisna aku akan dipermalukan olehnya.
Mungkin
seharusnya aku membiasakan diri didekatnya…mungkin…semoga saja dia suka pada
diriku.
Aku
memikirkan jika saja kita bisa sampai dikota berikutnya…apa yang kita lalukan?
Saat ini aku tidak membawa dompet dan kurasa yang hanya membawa dompet adalah
calysta. Mungkin, Kano juga memikirkan hal yang sama…atau dia sudah
merencanakannya?
Untuk
tinggal satu hari saja kupikir akan berat, terlebih jika makanan yang kubawa
sudah habis. Tinggal dijalanan, dan mencuri bebrapa makanan dari pedagang? Hmmm
tidak terlalu buruk.
Pikirku
sembari menyeringan sedikit yang ditemani asap rokok yang menari-nari didepan
mukaku.
“Tidak bisa tidur?”
Tiba-tiba
saja suara lenting yang kecil menghampiri telingaku. Aku berbalik badan dan
sudah kuduga itu ternyata Lisna yang sedang berdiri dalam remangan cahaya.
“Seharian ini aku sudah banyak tidur...” balasku. “Bagaimana
dengan mu?” lanjutku sembari menggeserkan tubuh seolah-olah aku mengajak lisna
berdiri disampingku, didekat jendela.
Lisna
menghampiriku dengan pandangan keluar jendela dan meletakan tangannya dimuluit
jendela sambil menatap bintang-bintang yang mengintip kemaluan kearah kami.
“Tidak terbiasa tidur disaat genting seperti ini..”jawabnya.
“AKu heran denganmu, Dimalam seperti ini kenapa kau bisa santai?” lanjutnya
dengan lirikan mata melihatku, Kulihat balik matanya lalu ku buang begitu saja
rokok yang masih menyala semangat itu ketanah.
“Santai…?” kataku dengan sedikit melodi kecil yang
kukeluarkan. “Justru kamulah yang terlalu cemas akan hal ini…kau tau kenapa aku
bisa sampai disini dan tidak terlalu takut datang kesini sendirian?” tanyaku
kepadanya.
“Itulah yang kupertanyakan….” Katanya. Ternyata perempuan
ini mudah juga diajak bicara, aku malah terlalu cemas jika tidak bisa dekat
dengan dirinya.
“Saat kalian tidur, aku sedikit bercerita tentang bagimana
aku hidup diluar ini sendirian, Aku melakukan riset,- Ah sepertinya kata Riset Sedikit sombong. Tapi, aku tau
jika anomalia itu bisa tidur. Sama dengan manusia, tetapi jam tidur mereka
adalah saat sore sampai menjelang pagi.” Kataku yang sekarang sedang menatap
dirinya dijendela yang terbuka ini.
Lihayan
rambut yang berwarna kuning emas yang terkena hembusan angina malam dan dengan
wajah sedikit kemaluan membuat diriku bergejolak panas akan hal malu. Baju
kerah yang warna kecoklatan yang terlihat sudah kotor. Mungkin Karena dia tidak
membawa baju kemana-mana. Yah..akupun begitu.
Seketika
kami berdua tidak saling berbicara lagi, aku bingung untuk menanyakan sesuatau
kepada dirinya, apakah dirinya juga? Kulihat dia dari tadi sedang melamun
kearah hutan-hutan.
“Lisna, apa kamu tidak ingin pergi keSpatiuam?” tanyaku
basa-basi.
…
“Tidak terlalu juga, Ibuku bekerja disana, dan aku ditinggal
oleh dirinya bersama kakek dan nenek. Tapi semenjak aku lulus SMA kakek dan
nenekku meninggal.” Jawbanya yang membutuhkan waktu sedikit lama.
….
Oh…berbeda
dengan kehidupanku dulu…Bagi dia hidup didunia yang rusak ini hanya akan
membawa dampak buruk saja bagi dirinya…sedangkan orang lain hanya selalu
menyalahkan dia karena dia pantas disalahkan, dilecehkan, dihina.
“Julius…” katanya. Aku sedikit senang dia memanggil namaku,
walaupun terdengan sedikit berlebihan. “Apa kau menyukai diriku?” lanjutnya.
Aku yang mendengar kalimat itu langsung merasa salah tingkat dan seluruh
badanku panas sampai kekepala. “Calysta yang memberitahu itu.” Sekarang dia
malah menatap wajahku. Tetapi aku harus tenang, karena wajah dia juga
sepertinya tidak begitu peduli apa jawabanku.
Tapi…Calysta Sialan itu….
“Wa-waktu aku berjalan kekantin dan hanya memakan sendirian,
dank kau menghampiri disebelahku yang memang meja waktu itu kosong…” kataku
sembari menahan rasa malu. “Jika memang iya aku mencitaimu...”
“Kenapa kau tidak menembakku waktu itu?” kataku terputus
oleh dia. Dan tentu saja ppertanyaan itu terlalu tiba-tiba.
“Terlalu tiba-tiba…” kataku dengan menatap dirinya lebih
dalam. Semakin lama terasa hembusan napas Lisna kebibirku, kupegang dagu kecil
dan halusnya itu untuk mendekati bibirku, kuberi dia ciuman disaat dia
memejamkan matanya dihadapanku, kurasakan dia memang sangat menikmatinya, lalu
kami berdua menarik bibir kami dan kulihat bibir mungilnya itu memerah sama
seperti pipinya yang bersemu merah.
“Itu ciuman pertamaku…” katanya dengan nada terbata-bata .
Dan itu juga ciuman pertamaku lho. “dan…mulutmu bau rokok…”lanjutnya yang
menambah malu diriku dihadapannya.
Kuperhatikan
lagi bahwa napas dia mulai terengah-engah, akupun demikian, walau sudah
beberapa kali kuingatkan otakku tidak melakukan tindakan itu. Sementara pipiku
jauh lebih merah dari dirinya. Mungkin karena remangan lilin ini?
Mungkinkah
dirinya juga menyukaiku? Ingin rasanya menanyakan seperti itu, tapi mengingta
kejadian kecil kami rasanya sekarang malah jadi canggung. Kulihat kearah kanan
yang teman-temanku masih terlelap tidur, aku tambha malu jika saja calysta
melihat kami berdua ciuman dan malah dia yang menggila.
“Ahhh…bau rokok ya…maaf-maaf…” hanya itu jawaban yang
kulontarkan untuk dirinya.
“Maaf jika tadi aku terlalu kasar…” katanya malu-malu.
“Tidak kok.” Jawabku lantang sambil menahan rasa malu.
Beberapa
menit kami berbicara setelah kejadian itu. Mungkin sedikit canggung karena aku
langsung mengecup bibirnya. Semoga saja dia tidak benci.
“Mungkin aku akan tidur.” Lisna berbicara yang wajahnya
tidak menatapku lagi, dan langsung pergi tidur didekat calysta dan berhenti
sebentar seolah-oleh dia ingat sesuatu kepadaku. “jangan beritahu siapa-siapa
sola yang tadi ya.” Wajah lisna kali ini melihatku dengan tenang, AKu yang
melihat itu juga harus menyikapi dengan tenang.
“Tentu saja. “ jawabku kepadanya. “…aku merasa malu jika
saja calysta tau…” lanjutku.
“Iya juga, “ Saat itu lisna yang berwajah malu-malu
melihatku dengan senyuman manis dengan warna merah dipipinya, akupun tersenyum
kepadanya.
Setelah
lisna berbaring nyaman disisi Calysta, aku berbalik badan berhadapan dijendela
dan melihat keangkasa yang terdapat banyak sekali bintang. AKu berharap lisna
bisa lebih dekat denganku.
Tidak…
Mungkin…Saat ini aku tidak boleh memikirkan tentang cinta…
Aku harus berpikir nasib kita nanti saat di Kota Arival…
Itu adalah nama kota yang kami tuju.
Kita semua harus mengambil keputusan secepatnya.
Aku
terus berpikir, apa reaksi mereka yang tinggal di Spatium melihat keadaan kota
kami hancur?...mungkin lebih tepatnya, apakah mereka peduli dengan kita yang
selama ini bertahan hidup dengan sisa makanan hampir habis. Rasanya ingin
meninju orang yang sambil ketawa dan memegang bir ditangan kanannya.
Pada
tahun 2007 kakekku pernah bekerja di psatium yang saat itu hanya sebuah “Nama”
bagi para ilmuan, Sebuah nama yang hanya jadi bahan lelucon. Tapi kakekku
berhenti bekerja karena Spatium itu sendiri memproduksi nuklir yang ikut
berperan saat perang nuklir terjadi. Kakekku akhirnya berhenti karena dia tidak
mau dituduh ikut membantu menghancurkan bumi sampai saat ini.
Itulah cerita yang salam ini masih
tergiang-ngiang di kepalaku. Lalu kehidupan selanjutnya kakekku bekerja
ditempat swasta biasa yang gajinya 20x lipat lebih kecil dari pekerjaan
sebelumnya.
Oh ya, bagimana dengan Lisna?
Bukannya dia hidup sendiri?, Haruskan aku menanyakan itu kepada dirinya?.
Kulihat jam tanganku yang sudah
menunjukan pukul 1 pagi. Mungkin aku harus pergi tidur yang detemani suara
dengkuran balen.
Setelah mengambil keputusan aku
berbalik badan dan menuju tempat yang nyaman untuk tidur. Ada satu tempat yang
tenang, dipojok kana yang tidak terkena
remangan cahaya, tapi itu dekat dengan Angela. Biarlah…lagipula aku memang
tidak mesum.
Ada
satu hal yang kutakutkan dikehidupan ini, yaitu saat aku tidak mempunyai tujuan
untuk hidup. Jika hal itu terjadi padaku, aku akan membuat penyesalan yang
membuatku untuk berubah dikehidupan selanjutnya.
-Lisna
Sachelia-
0 komentar: