Everything You Know the Story

Chapter 5 : Bangunan Alter


Kulihat atap yang masih sama dengan kemarin, sedikit cahaya warna oren yang membiaskan atap itu, Sepertinya sudah sore.
                Aku bangun dari keranjang yang sedikit kumuh itu dan membuka jendela, Sinar mentari yang terbenan setengah langsung menyentuh tubuhku, rasa silau ini membangunkan jiwaku yang tadi masih tertidur.
Ini sudah jam berapa?
                Kuintip dari dalam bangunan tua ini, sepertinya memang tidak ada anomalia lagi. Setelah kupastikan tidak ada lagi, aku keluar dari bangunan itu, lalu aku menuju Gedung-gedung tua yang ada dihadapanku sekarang.
Tapi…
Jika aku sampai kesana, apakah aku akan menuju sangkar berikutnya? Memang sih aku tau letak sangkar berikutnya…Jika saja makanan ini cukup untuk membuatku kesana…entahlah…kalau saja aku sudah sampai sana mungkin aku…
Harus kupikirkan dulu…
                Aku berjalan seperti digurun yang tidak ada habisnya, untung saja sejak kemarin aku baru meminum setengah botol. Rasanya haus sekali, walaupun tidak ada anomalia dari pandanganku, aku tetap waspada dengan suatu hal.
                Aku hari ini harus menginap digedung tua itu, semoga tidak ada anomalia disana. Mimpi buruknya adalah aku tidur bareng dengan anomalia jelak itu…ahahaha…
                Kulihat mentari sudah tenggelam malu-malu dari balik padang pasir yang tak ada habisnya ini. Untung saja bangunan besar itu sudah didepan mataku. Mungkin disini juga aku harus berhati-hati. Jika melihat bangunan tua ini rasanya aku melihat kilas balik yang melintas dipikiranku, kota-kota ini begitu ramai dulunya. Memang siih kota ini dulunya ibukota yang biasa disebut ibukota ILLUSTIMA.
                Kilas balik itu membuatku berpikir untuk tinggal dirumahku dulu. Walaupun begitu, hari ini sudah sore, aku tidak bisa melanjutkan perjalananku lagi. Mungkin besok sore. Entahlah sampai kapan aku hidup dengan makanan sedikit ini.
                Jalanan setapak yang masih menonjol membuatku semakin yakin bahwa inilah jalan kerumahku, entahlah…dahulu juga aku sering bermain lari-larian disini. Samping-sampingku terdapat rumah yang sudah seperti rumah hantu, Angin yang berhembus kedalam tubuhku juga membuat suasana semakin mencekam.
Aku harus cepat kerumah…
Dan…semoga saja tidak ada anomalia yang tinggal disana.
                Aku menyentuh tiang listrik yang sudah tidak kokh lagi, didepanku terdapat taman bermain yang sudah tertutup pasir, bahkan jalan setapakpun sudah tak terlihat. Disana…didepa mataku sebuha rumah yang warna catnya sudah hitam pekat. Aku berpikir duakali setelah melakukan satu langka kaki. Sangat seram sekali, apa akau akan tinggal disana? Dirumahku dulu. Memang sih mempunyai dua tingkat, aku bisa saja tinggal ditingkat kedua dan itu memang rencanaku.
                Kulihat bayanganku sudah tak terlihat lagi ditanah, aku tersadar bahwa mentari sudah sepenuhnya tenggelam. Aku melangkahkan kakiku dengan cepat, dan membuka pintu yang memang sudah terbuka setengahnya.
                Aku melangkah masuk kedalam dengan nafas terengah-engah. Sudah sangat gelap sekali. Aku harus cepat mengingat dimana letak tangga.
Ahh…
                Aku berjalan cepat kedapur yang berada diujung rumah. Sial…jangan banget sih…sebenarnya aku sangat takut dengan ini, aku membayangkan hantu ibuku muncul didepan wajahku ketika aku tertidur atau aku sedang membuka pintu kamar ibuku.
Yahh…dulu aku sering membantahnya. Dulu aku memang sangat nakal dibandingkan anak-anak normal lainnya, Sejak kelas 5SD aku sudah disekors karena ketahuan merokok ditepi jalan bersama temanku. Aku berfikir ibuku akan menghantuiku karena aku selalu membanta omongannya.
Semoga saja itu didalam mimpi dan tidak nyata.
                Diujung ruangan dekat dengan mesin cuci tua bahwa aku tersadar tanggaku dekat dengan kamar mandi. Dan aku berfikir unutk pergi kekamar mandi dahulu karena sejak tadi aku menahan ingin buang air kecil.
                Disini lebih gelap. Rasanya sangat lama sekali berada ditempat yang mencekam ini, padahal aku hanya 1 menit tapi dikamar mandi itu terasa 1jam. Beberapa kali aku melihat keluar kamar mandi dengan ekspresi ketakukan, aku membayangkan hantu diriku yang h kecil berkeliaran disini sambil menatap tajam diriku yang sedang buang air kecil.
                Tapi itu tidak mungkin, aku sudah tenang, karena aku sudah dilantai dua, untungnya saja lantai dua ini hanya satu ruangan yang besar dan tidak ada sudut-sudut terpencil yang membuatku berfikir aneh, dan terlebih lagi jendela ini sudah hancur.membuatku bisa melihat pemandangan yang hancur ini.
                Tidak ada penerangan, tidak ada orang, bahkan makananku tinnggal sedikit. Apakah aku sudah menjadi Survivor?....mungkin lebih buruk lagi. Satu-satunya peneranganku ada korek api yang kubawa untuk rokok yang terkadang mulutku terasa asam.
                Terkecuali hari ini, kurasa aku menahan perut laparku dengan sebatang rokok agar mengirit stok makanan.
                Kusimpan ransel di atas sofa yang panjang yang terkena sinar rembulan putih kebiruan. Aku mengambil bungkus rokok yang tersimpan diransel dan menarik satu batang lalu bungkus itu kusimpan lagi. Kunyalakan korek api yang sudah aku ambil dari tadi di saku celanaku.
                Kuhisap satu batang itu dengan panjang lalu kuhembuskan ke atas melewati jendela yang sudah hancur. Perhatianku tertuju pada sebuah hutan yang tak berpohon, kulihat ada sebuah redupan cahaya disana bagaikan bintang yang hampir mati.
                Kuisap lagi batang rokok itu tapi kali ini tidak seoanjang tadi, setelah menyadari sesuatu tentang remangan itu.
Diriku mulai terdiam sejenak, sambil memikirkan beribu-ribu kemungkinan yang terjadi disana.
Penerangan itu tidak mungkin meyala begitu saja, tanpa ada yang menyalakannya. Anomalia tidak bisa membuat penerangan, Apakah kunag-kunang? Tapi rasanya aneh jika hanya satu. Kemungkinan besar adalah manusia. Dengan kata lain, ada manusia yang hidup didunia ini selain aku.
                Dengan sigap aku menarik ranselku dari sofa, dan kubuang rokokku ketanah dari lantai dua ini, lalu kuturuni tangga dengan cepat, dan keluar rumah yang usang ini. Kuhentikan lariku dan terlihat remangan itu tidak jauh dari tempatku berada.
Mungkin aku harus cepat keremangan itu sebelum pikiran negative dikepalaku membuatku menjadi plin-plan.
                Jika dilihat dari tingginya remangan itu, dia berada diatas. Apa mingkin hanya sebuah rumah pohon? Atau memang rumah yang besar? Aku harus cepat.
                Aku berlari tanpa memikirkan ada atau tidak anomalia disekitarku, yang kusadari adalah sejak aku memasuki hutan ini sangat kering bahkan tidak satupun pohon yang tidak berdaun. Tapi berkat itu aku bisa melihat cahaya itu.
Mungkin teman-temanku seperti kano dan yang lainya sedang mendoakan keselamatanku dialam sana.
                Kuhentikan langkah lariku dengan napas terengah-enga. Aku tidak pernah berpikir unutk berhenti merokok. Tepat didepanku terdapat rumah tua yang memang tidak begitu jelas kelihatannya karena terlalu gelap. Dan pencahayaan itu datangnya dari rumah ini, tepat dilantai dua.
Aku bingung bagaimana caraku masuk atau mmeberi salam, jika memang benar mereka manusia.
Yang terpenting bagaimana kalau aku tidak boleh bergabung bersama mereka.
Haruskah kuteriak?
“HEI!!!...KAU…MANUSIA YANG DIDALAM LANTAI DUA!!!...”teriaku. “JIKA KAU MANUSIA JAWABLAH!!!!...”tidak ada jawaban?
Sepertinya aku harus menerobis masuk…
                Sesaat akau ingin berjalan kepintu depan, terlihat bayangan dari jendela yang terkena pencahaayan. Dia berbadan besar…badan yang sepertinya aku kenal…
“HEI…BOLEHKAH AKU MASUK?!...”Kataku kepadanya.
Dia membuka jendela dan tampak terlihat terkejut lalu menengok kearah belakang dan sepertinya dia sedang berbicara dengan seseorang…berarti dia tidak sendirian?
                Lalu ada teman satunya yang melihatku dari atas, berbadan kurus dan tinggi.
“JIKA INGIN MEMBERI SAPAAN LEBIH BAIK JIKA AKU MASUK KEDALAM…” kataku kepada mereka.
“APAKAH KAU JULIUS?...JULIUS ALZALIUS?”
Eh…
Kenapa dia tau namaku…
Apakah aku pernah bertemu dengannya…
Tentu saja…akau kenal suara lantangnya…
Keberuntungan yang sengaja dibuat-buat oleh tuhan, rasanya ini hanya sebuah dongeng.
“YA, JIKA KALIAN TEMANKU, KALIAN HARUSNYA MEMBUKAKAN PINTU UNTUKKU!”
“BAIKLAH, JIKA KAU INGIN…” tentu saja aku ingin masuk. “TANGKAPLAH LILIN INI, AKU INGIN MEMBERIKAN SAPAAN SEPERTI BIASANYA.” Lanjutnya dengan melemparkan sebatang lilin kearahku, walaupun aku tidak berhasil menagkapnya, dan lilin itu terbelah menjadi dua.
“MAAF…AKU TIDAK AHLI DALAM MENANGKAP BENDA.” Kataku sembari menunjukan batang lilin yang sudah terbelah menjadi dua.
“AKU AKAN MEMUKULMU DIATAS SINI.” Kali ini suara cewek yang sangat kukenal keganasannya.
“APA KAU MEMBUTUHKAN KOREK?”
Untuk apa?
“HATI-HATI LANTAI SATU SANGAT GELAP, MAKANYA KUBERIKAN KAU LILIN UNUTK BERJALAN KELANTAI DUA.” Kata pria yang kurus itu.
“AKU ADA KOREK TENANG SAJA.”
Sepertinya mereka semua temanku, Rasanya sangat mustahil sekali.
Kunyalakan lilin itu dengan korek apiku. Didepan pintu masuk aku menggeser sebuah bongkahan besi tua yang sangat keras sekali dan sangat berkarat. Setelah kubuka aku mengambil lilin yang kuletakan dibawah tanah, dengan memegang erat digeggamanku. Dengan kegelepan seperti ini sangat susah untuk mencari tangga.
“HEI, BERITAHU AKU TANGGANYA ADA DISEBELAH MANA?”
“BERBALIK BADANLAH, KAU AKAN MELIHAT REMANGAN CAHAYA DARI SITU.” Kata seorang pria yang suaranya berbede dengan yang tadi tapi aku masih mengenalinya.
Ballen.
Aku tidak tau pemabuk sepertimu masih diberikan umur.
                Aku berbalik badan dan kulihat diatasku ada remangan cahaya, dan kufokuskan mataku pada sebuah tangga yang hanya memiliki satu sisi saja. Kutaiki tangga itu secara perlahan dan memang berbunyi sangat berisik.
“HATI-HATI TANGGA ITU SUDAH TUA, JIKA KAU TERJATUH JANGAN SALAHKAN KAMI YA…” kata ballen yang terlihat sangat gembira.
“MAKA KERJAAN KALIAN 2 KALI LIPAT HARUS MENOLONGKU KAN?” balasku
“ahahaha…”tawa ballen.
                Kuhentikan langkahku karena jalan selanjutnya tertutup oleh rongsokan dan beberapa barang yang sengaja mereka letakkan. Aku tau maksud mereka itu..
“Jika tidak keberatan, bolehkan barang rongsokan itu singkirkan. Aku tidak bisa naik lagi.” Kataku sembari mendorong benda itu, selagi aku mendorong, suara retakan dari tangga ini terdengan olehku, lalu kuhentikan doronganku.
“Ya, tunggu sebentar.”
                Aku menaiki tangga itu seletah mereka menggeserkan benda besar itu kesamping. Sesampainya diatas kumatikan lilin yang berada ditanganku dan kulihat disekitar ruangaan. Disana terdapat 5 manusia yang sudah kukenal, dan lebih terkejutnya lagi aku bertemu dengan perempuan yang kusukai yaitu Lisna Sachelia.
Oh tuhan…
“aku hidup…” kataku dengan nada penuh ragu dan masih tidak terpercaya bahwa teman-temanku masih hidup.
Tapi sepertinya lisna yang kuihat terlihat bingung.
“Kau pria yang gila, kenapa kau berjalan ditengah malam begini?” kata kano sembari menepuk pundaku dengan kencang.
“Anomalia tidak beraktivitas pada malam hari…lebih tepatnya sore hari sampai pagi datang.”jawabku yang membuat mereka terkejut. Yah…aku sudah menduga kalia semua tidak tauitu.
“Huh…kami semua sudah bersedih untukmu tau…”kata calsyta yang melompat sambil memberikanku pelukan.
Aku yang dari dulu tidak pernah dipeluk oleh seorangpun merasa sangat canggung dibuatnya. Lalu kuperhatikan Lisna yang daritadi diam, mungkin memang orang normal yang pertama kali bertemu dengan orang lain.
“Oh ya, Ini temanku Lisna, Lisna Sachelia…”katanya. “Lisna, ini temanku yang bernama Julius, Julius Alzalius.” Calysta memperkenalkan kami berdua, yang memang sebenarnya aku sudah tau dia sejak lama. Mungkin aku sekarang harus berpura-pura menjadi orang lain dimatanya.
                Setelah aku diperbolehkan masuk kegroup kecil ini, mereka mengajakku ngobrol sebentar tentang bagaimana aku hidup sendirian didunia yang penuh dengan Anomalia.
                Aku ceritakan semua yang kulihat sampai mendetail, sesekali aku memandang Lisna karena aku tidak tahan melihat kecantikannya.
Terlalu Berlebihan…
“Mungkin kami semua senang kau masih hidup bersama kami, tapi disisi lain tentang makanan kami yang sudah sangat tipis. Jika diperhitungkan ditambah dengan kau Julius, mungkin sisa makanan yang kami bawa akan habis esok malam.” Kata Angela yang berbicara dengan nada serius. Tapi bari pertama kalinya aku mendengar dia berbicara dengan nada seperti itu.
                Aku yang mendengar itu langsung mengeluarkan sisa makananku diransel. Dan itu terdapat beberapa roti, empat mie, dan satu botol air mineral yang masih terbungkus rapih.
“Hanya roti, mie, satu botol mineral, dan satu bungkus rokok saja yang tersisa ditasku.” Kataku sembari meletakan makakan itu kebawah.
                Sepertinya Lisna, dan Calysta sudah terlelap tidur, sedangkan Balen…sudahkuduga dia tidur sambil mendengkur, Setiap kali aku dekat dengan dia pasti aku tidak bisa tidur karena dengkurannya. Hebat mereka berdua.
“Rencana kami semua adalah jalan menuju Kota Alter.” Ucap Angela. “Walaupun kami juga tidak tau diperbolehkan masuk atau tidak.” Lanjutnya sembari meluruskan kaiknya yang tadi duduk sila.
“Hmmm…sepertinya tuhan sedang bermain dengan takdir kita.” Kataku. “Oh ya. Bagaimana kalia bisa kenal dengan mereka berdua?”
“Oh…saat itu Angela sedang berada dilapanag peluncuran pesawat, dan satu Anomalia menyerang pesawat itu lalu salah satu bagian pesawat menghantam sarang atas yang mengakibatkan sangkar itu berlubang, dan satu badan pesawat lagi menabrak dinding utama.” Ucap kano yang sepertinya dia bercerita sangat menditail, tapi aku tidak menanyakan bagaimana anomalia itu masuk.
“Saat itu Aku melihat Lisa dan Calysta sedang kesusahan saat semua orang berbongong-bondong keluar dari lapangan…” kata Angela yang langsung keintinya . “…lalu aku menghampiri mereka dan menolong Lisna dengan menggendongnya sampai ditepi dinding.” Lalu Angela berdiri dihadapanku dan langsuung menghampiri Lisna yang sedang tidur, setelah menguap beberapa kali ia langsung mengambil posisi tidur yang enak.
“Kau tidak tidur?” tanyaku kepada kano yang berada dihadapanku sekarang. Dia yang mendengar itu langsung berdiri .
“Bagaimana denganmu?” sepertinya dia juga sudah mengantuk. Jujur saja hari ini aku sudah banyak tidur, dan mungkin aku tidak bisa tidur malam ini.
“Kau tidur saja duluan, malam ini aku akan terjaga.” Kataku yang sembari memasuka makanan kedalam tas, dan kano berbaring didekat balen. Aku heran kenapa mereka semua pada bisa tidur dekat dengan belen?
                Setelah kurapihkan makananku, aku menghampiri jendela yang tertutup oleh kain yang sudah kusam dan berlubang, kubuka kain itu supaya cahaya rembulan masuk kedlam ruangan yang penuh dengan remangan cahaya dari lilin yang sudah setengah habis. Kupikir aku tidak akan menyalakan rokokku dengan korek.
                Kuhampiri lilin yang terang itu lalu kudekatkan rokokku ke lilin itu dan terbakar. Lalu aku menuju jendela tadi dan berharap ada angina malam yang menyegarkan melewati tubuhku.
Sekarang jam berapa?
                Kulihat arah jam tanganku sudah pukul 10 malam, Jika saja aku berada dirumah mungkin aku sedang bermain game atau menonton Film, dan terkadang aku juga membaca novel.
                Oh ya…saat itu aku sedang dekat dengan Lisna tapi sepertinya dia sangat pendiam, yah…itu memang wajar bagi seorang gadis seperti dia. Tapi, bagaimana caraku mendekatinya…Dan juga calysta, dia cewek yang blak-blakan jika saja aku dekat dengan lisna aku akan dipermalukan olehnya.
                Mungkin seharusnya aku membiasakan diri didekatnya…mungkin…semoga saja dia suka pada diriku.
                Aku memikirkan jika saja kita bisa sampai dikota berikutnya…apa yang kita lalukan? Saat ini aku tidak membawa dompet dan kurasa yang hanya membawa dompet adalah calysta. Mungkin, Kano juga memikirkan hal yang sama…atau dia sudah merencanakannya?
                Untuk tinggal satu hari saja kupikir akan berat, terlebih jika makanan yang kubawa sudah habis. Tinggal dijalanan, dan mencuri bebrapa makanan dari pedagang? Hmmm tidak terlalu buruk.
                Pikirku sembari menyeringan sedikit yang ditemani asap rokok yang menari-nari didepan mukaku.
“Tidak bisa tidur?”
                Tiba-tiba saja suara lenting yang kecil menghampiri telingaku. Aku berbalik badan dan sudah kuduga itu ternyata Lisna yang sedang berdiri dalam remangan cahaya.
“Seharian ini aku sudah banyak tidur...” balasku. “Bagaimana dengan mu?” lanjutku sembari menggeserkan tubuh seolah-olah aku mengajak lisna berdiri disampingku, didekat jendela.
                Lisna menghampiriku dengan pandangan keluar jendela dan meletakan tangannya dimuluit jendela sambil menatap bintang-bintang yang mengintip kemaluan kearah kami.
“Tidak terbiasa tidur disaat genting seperti ini..”jawabnya. “AKu heran denganmu, Dimalam seperti ini kenapa kau bisa santai?” lanjutnya dengan lirikan mata melihatku, Kulihat balik matanya lalu ku buang begitu saja rokok yang masih menyala semangat itu ketanah.
“Santai…?” kataku dengan sedikit melodi kecil yang kukeluarkan. “Justru kamulah yang terlalu cemas akan hal ini…kau tau kenapa aku bisa sampai disini dan tidak terlalu takut datang kesini sendirian?” tanyaku kepadanya.
“Itulah yang kupertanyakan….” Katanya. Ternyata perempuan ini mudah juga diajak bicara, aku malah terlalu cemas jika tidak bisa dekat dengan dirinya.
“Saat kalian tidur, aku sedikit bercerita tentang bagimana aku hidup diluar ini sendirian, Aku melakukan riset,- Ah sepertinya kata Riset Sedikit sombong. Tapi, aku tau jika anomalia itu bisa tidur. Sama dengan manusia, tetapi jam tidur mereka adalah saat sore sampai menjelang pagi.” Kataku yang sekarang sedang menatap dirinya dijendela yang terbuka ini.

                Lihayan rambut yang berwarna kuning emas yang terkena hembusan angina malam dan dengan wajah sedikit kemaluan membuat diriku bergejolak panas akan hal malu. Baju kerah yang warna kecoklatan yang terlihat sudah kotor. Mungkin Karena dia tidak membawa baju kemana-mana. Yah..akupun begitu.
                Seketika kami berdua tidak saling berbicara lagi, aku bingung untuk menanyakan sesuatau kepada dirinya, apakah dirinya juga? Kulihat dia dari tadi sedang melamun kearah hutan-hutan.
“Lisna, apa kamu tidak ingin pergi keSpatiuam?” tanyaku basa-basi.
“Tidak terlalu juga, Ibuku bekerja disana, dan aku ditinggal oleh dirinya bersama kakek dan nenek. Tapi semenjak aku lulus SMA kakek dan nenekku meninggal.” Jawbanya yang membutuhkan waktu sedikit lama.
….
                Oh…berbeda dengan kehidupanku dulu…Bagi dia hidup didunia yang rusak ini hanya akan membawa dampak buruk saja bagi dirinya…sedangkan orang lain hanya selalu menyalahkan dia karena dia pantas disalahkan, dilecehkan, dihina.
“Julius…” katanya. Aku sedikit senang dia memanggil namaku, walaupun terdengan sedikit berlebihan. “Apa kau menyukai diriku?” lanjutnya. Aku yang mendengar kalimat itu langsung merasa salah tingkat dan seluruh badanku panas sampai kekepala. “Calysta yang memberitahu itu.” Sekarang dia malah menatap wajahku. Tetapi aku harus tenang, karena wajah dia juga sepertinya tidak begitu peduli apa jawabanku.
Tapi…Calysta Sialan itu….
“Wa-waktu aku berjalan kekantin dan hanya memakan sendirian, dank kau menghampiri disebelahku yang memang meja waktu itu kosong…” kataku sembari menahan rasa malu. “Jika memang iya aku mencitaimu...”
“Kenapa kau tidak menembakku waktu itu?” kataku terputus oleh dia. Dan tentu saja ppertanyaan itu terlalu tiba-tiba.
“Terlalu tiba-tiba…” kataku dengan menatap dirinya lebih dalam. Semakin lama terasa hembusan napas Lisna kebibirku, kupegang dagu kecil dan halusnya itu untuk mendekati bibirku, kuberi dia ciuman disaat dia memejamkan matanya dihadapanku, kurasakan dia memang sangat menikmatinya, lalu kami berdua menarik bibir kami dan kulihat bibir mungilnya itu memerah sama seperti pipinya yang bersemu merah.
“Itu ciuman pertamaku…” katanya dengan nada terbata-bata . Dan itu juga ciuman pertamaku lho. “dan…mulutmu bau rokok…”lanjutnya yang menambah malu diriku dihadapannya.
                Kuperhatikan lagi bahwa napas dia mulai terengah-engah, akupun demikian, walau sudah beberapa kali kuingatkan otakku tidak melakukan tindakan itu. Sementara pipiku jauh lebih merah dari dirinya. Mungkin karena remangan lilin ini?
                Mungkinkah dirinya juga menyukaiku? Ingin rasanya menanyakan seperti itu, tapi mengingta kejadian kecil kami rasanya sekarang malah jadi canggung. Kulihat kearah kanan yang teman-temanku masih terlelap tidur, aku tambha malu jika saja calysta melihat kami berdua ciuman dan malah dia yang menggila.
“Ahhh…bau rokok ya…maaf-maaf…” hanya itu jawaban yang kulontarkan untuk dirinya.
“Maaf jika tadi aku terlalu kasar…” katanya malu-malu.
“Tidak kok.” Jawabku lantang sambil menahan rasa malu.
                Beberapa menit kami berbicara setelah kejadian itu. Mungkin sedikit canggung karena aku langsung mengecup bibirnya. Semoga saja dia tidak benci.
“Mungkin aku akan tidur.” Lisna berbicara yang wajahnya tidak menatapku lagi, dan langsung pergi tidur didekat calysta dan berhenti sebentar seolah-oleh dia ingat sesuatu kepadaku. “jangan beritahu siapa-siapa sola yang tadi ya.” Wajah lisna kali ini melihatku dengan tenang, AKu yang melihat itu juga harus menyikapi dengan tenang.
“Tentu saja. “ jawabku kepadanya. “…aku merasa malu jika saja calysta tau…” lanjutku.
“Iya juga, “ Saat itu lisna yang berwajah malu-malu melihatku dengan senyuman manis dengan warna merah dipipinya, akupun tersenyum kepadanya.
                Setelah lisna berbaring nyaman disisi Calysta, aku berbalik badan berhadapan dijendela dan melihat keangkasa yang terdapat banyak sekali bintang. AKu berharap lisna bisa lebih dekat denganku.
Tidak…
Mungkin…Saat ini aku tidak boleh memikirkan tentang cinta…
Aku harus berpikir nasib kita nanti saat di Kota Arival…
Itu adalah nama kota yang kami tuju.
Kita semua harus mengambil keputusan secepatnya.
                Aku terus berpikir, apa reaksi mereka yang tinggal di Spatium melihat keadaan kota kami hancur?...mungkin lebih tepatnya, apakah mereka peduli dengan kita yang selama ini bertahan hidup dengan sisa makanan hampir habis. Rasanya ingin meninju orang yang sambil ketawa dan memegang bir ditangan kanannya.
                Pada tahun 2007 kakekku pernah bekerja di psatium yang saat itu hanya sebuah “Nama” bagi para ilmuan, Sebuah nama yang hanya jadi bahan lelucon. Tapi kakekku berhenti bekerja karena Spatium itu sendiri memproduksi nuklir yang ikut berperan saat perang nuklir terjadi. Kakekku akhirnya berhenti karena dia tidak mau dituduh ikut membantu menghancurkan bumi sampai saat ini.
Itulah cerita yang salam ini masih tergiang-ngiang di kepalaku. Lalu kehidupan selanjutnya kakekku bekerja ditempat swasta biasa yang gajinya 20x lipat lebih kecil dari pekerjaan sebelumnya.
Oh ya, bagimana dengan Lisna? Bukannya dia hidup sendiri?, Haruskan aku menanyakan itu kepada dirinya?.
Kulihat jam tanganku yang sudah menunjukan pukul 1 pagi. Mungkin aku harus pergi tidur yang detemani suara dengkuran balen.
Setelah mengambil keputusan aku berbalik badan dan menuju tempat yang nyaman untuk tidur. Ada satu tempat yang tenang, dipojok kana  yang tidak terkena remangan cahaya, tapi itu dekat dengan Angela. Biarlah…lagipula aku memang tidak mesum.


Ada satu hal yang kutakutkan dikehidupan ini, yaitu saat aku tidak mempunyai tujuan untuk hidup. Jika hal itu terjadi padaku, aku akan membuat penyesalan yang membuatku untuk berubah dikehidupan selanjutnya.
-Lisna Sachelia-

0 komentar: